Contextual Teaching Learning (CTL)

Makalah Strategi Pembelajaran PAI
Contextual Teaching Learning
Dosen Pembimbing : Apriyanti, M.Pd
                         





                        OLEH 
                               Nama              : Dyen Safitri   
                         NIM                : 0953148 
                       Prodi               :PAI E     
                       Semester          : V A       


 JURUSAN TARBIYAH
            SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
            CURUP






KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim
            Alhamdulillah, kita ucapkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang berjudul “Contextual Teaching Learning” tanpa halangan yang berarti dan selesai tepat pada waktunya.
            Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umat manusia ini ke jalan yang benar.
            Tujuan utama penulis membuat makalah ini yaitu berharap Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua, yang tentunya memiliki nilai-nilai kebaikan yang tinggi. Penulis sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak sekali kekurangan-kekurangannya. Oleh karena itu, kritikan dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman serta pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan dan kebenaran makalah ini.
            Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kapada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.
                                                                  
                                                                     Curup,  Januari  2012
                                                                                                
                                                                                             Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

Strategi pembelajaran merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dalam strategi pelaksanaan proses pembelajaran diperlukan suatu cara dalam mengatur sebuah perencanaan sambil melakukan pembelajaran.
Salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang selanjutnya disebut CTL. Strategi CTL fokus pada siswa sebagai pembelajar yang aktif, dan memberikan rentang yang luas tentang peluang-peluang belajar bagi mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan akademik mereka untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan nyata yang kompleks.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara materi yang mereka pelajari dengan pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Pemahaman konsep akademik yang dimiliki siswa hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan siswa. Pembelajaran secara konvensional yang diterima siswa hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari sekian macam topik, tetapi belum diikuti dengan pengertian dan pemahaman yang mendalam yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.
Dengan demikian, pendekatan pembelajaran CTL menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. CTL memandang bahwa belajar bukanlah kegiatan menghafal, mengingat fakta-fakta,mendemonstrasikan latihan secara berulang-ulang akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.

BAB II
PEMBAHASAN
Contextual Teaching Learning

A.    Pengertian dan Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks) ” Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual mengandung arti : relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks; Yang membawa maksud, makna, dan kepentingan.[1]
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.[2]
 Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.[3] Pendekatan ini selaras dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi yang diberlakukan saat ini dan secara operasional tertuang pada KTSP. Kehadiran kurikulum berbasis kompetensi juga dilandasi oleh pemikiran bahwa berbagai kompetensi akan terbangun secara mantap dan maksimal apabila pembelajaran dilakukan secara kontekstual.

Pembelajaran kompetensi merupakan suatu system atau pendekatan pembelajaran yang bersifat holistik (menyeluruh), terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait, apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan peranannya.[4]
Paparan pengertian kontekstual diatas dapat diperjelas sebagai berikut:
Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar berorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata di masyarakat. Hal ini akan memperkuat dugaan bahwa materi yang telah dipelajari akan tetap tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, pembelajarn kompetensi mendorong siswa untuk dapat menepkannya dalam kehidupan, artinya pembelajaran kompetensi tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran disini bukan ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi bahtera kehidupan nyata.
B.     Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Berdasarkan pengertian pembelajaran kontekstual, terdapat beberapa karakteristik penting dalam menggunakan proses pembelajaran kontekstual diantaranya, yaitu:
1.      Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah.[5]
2.      Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.[6]
3.      Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
4.      Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
5.      Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
6.      Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.[7]
Selain karakteristik ada juga, Pendekatan CTL yang memiliki tujuh komponen utama. Sebuah kelas bias dikatakan menerapkan CTL jika kelas tersebut menerapkan ke tujuh komponen ini dalam pembelajarannya. Secara garis besar langkah-langkah penerapatan CTL dalam kelas sebagai berikut:[8]
1)        Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2)        Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
3)        Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4)        Ciptakan masyaraka belajar (belajar dalam kelompok).
5)        Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6)        Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7)        Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
C.    Pendekatan dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual
1.      Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Banyak pendekatan yang kita kenal dan digunakan dalam pembelajarna dan tiap-tiap pendekatan memiliki karakteristik sendiri. Karakteristik ini berhubungan dengan apa yang menjadi focus dan mendapat tekanan dalam pembelajaran. Ada pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa, kemampuan berfikir, aktivitas, pengalaman siswa, berfokus pada guru, berfokus pada masalah (personal, lingkungan, social), berfokus pada teknologi seperti system intruksional, media dan sumber belajar.
Berkenan dengan asfek kehidupan dan lingkungan, maka pendekatan pembelajaran ada keterlibatan pada siswa, makna aktivitas, pengalaman dan kemandirian, serta konteks kehidupan dan lingkungan. Pembelajaran dengan fokus-fokus tersebut secara komprehensif tercantum dalam pembelajaran kontekstual.                                                                                                                                            
Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang aneh dan baru dan penuh tantangan. Oleh karena itu, belajar bagi mereka mencoba memecahkan persoalan yang menantang. Guru membantu agar setiap siswa mampu mengaitkan antara pengalaman baru dengan sebelumnya, memfasilitasi atau mempermudah agar siswa mampu melakukan proses asimilasi.
Dengan demikian, pendekatan pembelajaran CTL menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. CTL memandang bahwa belajar bukanlah kegiatan menghafal, mengingat fakta-fakta,mendemonstrasikan latihan secara berulang-ulang akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Dalam pembelajaran CTL, belajar di alam tebuka merupakan tempat untuk memperoleh informasi sehingga menguji data hasil temuannya itu untuk kemudian dikaji di kelas.[9]
2.      Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Menurut Elaine B. Jhonson, di kutip oleh Udin Saefudin, berpendapat bahwa dalam pembelajaran kontekstual , minimal ada tiga prinsip utama yang sering digunakan, yaitu:[10]
a.      Prinsip Saling ketergantungan (interdepence)
Prinsip saling ketergantungan ini, menurut hasil kajian para ilmuwan segala yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan ketergantungan. Begitu pula dalam pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan suatu sistem kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, di tempat kerja, di masyarakat.[11] Dalam kehidupan di sekolah siswa saling berhubungan dan tergantung dengan guru, tata usaha, kepala sekolah, dan nara sumber yang ada disekitarnya. Dalam proses pembelajaran siswa berhubungan dengan bahan ajar, sumber belajar, media, sarana prasarana belajar.
Prinsip ini membuat hubungan yang bermakna (making meaningfull connections) antara proses pembelajaran dan konteks kehidupan nyata sehingga peserta didik berkeyakinan bahwa belajar merupakan aspek yang esensial bagi kehidupan di masa datang. Bekerjasama (collaborating) untuk membantu peserta didik belajar secara efektif dalam kelompok, membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan orang lain, saling mengemukakan gagasan, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, mengumpulkan data, mengolah data, dan menentukan alternatif pemecahan masalah.[12]
Sehingga prinsip ini menyatukan berbagai pengalaman dari masing-masing peserta didik untuk mencapai standar akademik yang tinggi (reaching high standards) melalui pengidentifikasian tujuan dan memotivasi peserta didik untuk mencapainya.
Dengan demikian, pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan lainnya, antara teori dengan praktek, antara bahan yang bersifat konsep dengan penerapan dalam kehidupan nyata.
b.      Prinsip Perbedaan (differentiation)
Prinsip diferensiasi adalah mendorong peserta didik menghasilkan keberagaman, pebedaan, dan keunikan. Terciptanya kemandirian dalam belajar (self-regulated learning) yang dapat mengkontruksi minat peserta didik untuk belajar mandiri dalam konteks tim dengan mengkorelasikan bahan ajar dengan kehidupan nyata, dalam rangka mencapai tujuan secara penuh makna (meaningfullness).[13]
Terciptanya berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) di kalangan peserta didik dalam rangka pengumpulan, analisis, dan sintesa data, guna pemecahan masalah.
Terciptanya kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi potensi pribadi, dalam rangka menciptakan dan mengembangkan gaya belajar (style of learning) yang paling sesuai sehingga dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Oleh sebab itu, para pendidik juga dituntut untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing sejalan dengan prinsip diferensiasi ini. Proses pendidikan dan pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan menekankan kreativitas, keunikan, variasi dan kolaborasi. Konsep-konsep tersebut bisa dilaksanakan dalam pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual berpusat pada siswa. Dengan ini siswa dapat berkolaborasi dengan teman-temannya untuk melakukan pengamatan, menghimpun dan mencatat fakta dan informasi, menemukan prinsip-prinsip dan pemecahan masalah.
c.       Pengorganisasian Diri (self organization)
Prinsip pengorganisasian diri/pengaturan diri menyatakan bahwa proses pembelajaran diatur, dipertahankan, dan disadari oleh peserta didik sendiri, dalam rangka merealisasikan seluruh potensinya. Peserta didik secara sadar harus menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti.[14]
Prinsip pengorganisasian diri ini, menuntut para pendidik dan para pengajar di sekolah agar mendorong tiap siswanya untuk memahami dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin. Dalam hal ini pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu para siswa untuk mencapai keunggulan akademik, penguasaan keterampilan standar, dan pengembangan sikap dan moral siswa.[15]
Melalui interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan menemukan sisi keterbatasan diri
D.    Asas-Asas dalam Pembelajaran Kontekstual
Asas-asas sering juga disebut dengan komponen-komponen pembelajaran kontekstual, dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh asas, yaitu:
1.      Asas Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi dari dalam diri seseorang.[16]
Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL. Pembelajaran konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep dan kaidah yang siap dipraktekkan, melainkan harus dkonstruksi terlebih dahulu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.[17]
Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki guru adalah sebagai berikut:[18]
1)      Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran.
2)      Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis.
3)      Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
4)      Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
5)      Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
6)      Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
7)      Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru dibangun dari pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
Jean Piaget, menyatakan pendapatnya bahwa hakikat pengetahuan ada tiga, yaitu:
Ø Pengetahuan bukanlah gambaran dunia nyata, akan tetapi murupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan subjek
Ø Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan
Ø Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang, struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Pendekatan Konstruktivisme merupakan salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses memperoleh pengetahuan diawali dengan terjadinya konflik kognitif, yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri. Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki oleh siswa dengan fenomena baru yang ditemukannya, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru.
2.      Asas Inkuiri
Asas Inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan anak untuk menghafal sejumlah materi akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.[19]
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. [20]
Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.[21]
1)   Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.
2)   Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
3)   Siklus inquiry adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.
4)   Langkah-langkah kegiatan inquiry: merumuskan masalah; mengamati atau melakukan observasi; menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain; mengkomunikasikan atau menyajikan hasilnya pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens yang lain).
Dalam model inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah sistematis, yaitu:[22]
a)      Merumuskan masalah
b)      Mengajukan hipotesis
c)      Mengumpulkan data
d)     Menguji hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan
e)      Membuat kesimpulan
Penerapan model inkuiri ini dapat dilakukan dalam proses pembelajaran kontekstual, dimulai atas kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah ini telah dipahami dengan jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan jawaban sementara (hipotesis). Hipotesis itulah akan menuntut siswa untuk melakukan observasi dalam mengumpulkan data. Bila data terkumpul maka dituntut untuk menguji hipotesis sebagai dasar untuk merumuskan kesimpulan. Asa mnemukan itulah merupakan asas penting dalam pembelajaran kontekstual.
3.      Asas Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya  dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam pembelajaran kontekstual, guru tidak banyak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi berusaha memancing agar siswa menemukan sendiri. Oleh karena itu, melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya. [23]
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya.
Prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya sebagai berikut.[24]
1)      Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
2)      Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui siswa lebih efektif melalui tanya jawab.
3)      Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas.
4)      Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
5)      Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk: menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa sesuai yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa, dan menyegarkan pengetahuan siswa.
Kegiatan bertanya ini berguna untuk:
a.  Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran
b.  Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar
c.  Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu
d.  Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan
e.  Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sendiri.
4.      Asas Masyarakat Belajar (Learning community)
Konsep masyarakat belajar dalam pembelajaran kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain (team work). Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar yang dibentuk secara formal maupun dalam lingkungan secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh secara sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok berbagi pengalaman dengan orang lain.[25] Sehingga pembelajaran yang dikemas dalam diskusi kelompok dengan anggota heterogen dan jumlah yang bervariasi sangat mendukung komponen learning community.[26] Inilah hakikat dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling membagi.
Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah sebagai berikut:[27]
1)      Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain.
2)      Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
3)      Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
4)      Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
5)      Siswa yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.
Dalam kelas pembelajaran kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat kemampuannya maupun kecepatan belajar, minat dan bakatnya. Dalam kelompok mereka saling membelajarkan, jika perlu guru dapat mendatangkan seseorang yang memiliki keahlian khusus untuk membelajarkan siswa tersebut, misalkan dokter yang berbicara tentang kesehatan.
5.      Asas Pemodelan (Modeling)
Asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Guru olahraga memberikan contoh model bagaimana cara bermain sepak bola, begitu juga dengan guru-guru yang lain, mereka memberikan contoh berdasarkan bidang mereka masing-masing.[28]
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut:[29]
1)      Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.
2)      Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
3)      Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.
4)      Membahas gagasan yang kita pikirkan serta mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar.[30]
Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang memiliki kemampuan, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Disini modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang mengundang terjadinya verbalisme.
6.      Asas Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara menurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bias terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuk atau menambah khazanah pengetahuannya.[31]
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru.
Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut:[32]
1)      Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
2)      Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.
3)      Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap berakhir konsep pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga siswa tersebut dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
7.      Asas Penilaian Nyata (Authentik Assessment)
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui siswa belajar atau tidak. Dan apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. [33]
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.
Sehubungan dengan hal tersebut, prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autentik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman belajar siswa:[34]
1)      Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
2)      Menilai dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber, serta mengukur keterampilan dan pengetahuan siswa.[35]
3)      Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluators) yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.
4)      Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assessment).
Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan meliputi seluruh asfek domain penilaian. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

E.     Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual
a.      Kelebihan Dalam Pembelajaran Kontekstual, yaitu:[36]
1.      Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
2.      Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif
3.      Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
4.      Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
5.      Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
6.      Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
b.      Kelemahan dalam Pembelajaran Kontekstual, yaitu :[37]
1.      Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama.
2.      Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM.
3.      Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya.
4.      Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.
5.      Tidak mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.
6.      Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada kemampuan intelektualnya.
7.      Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
8.      Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan.


BAB III
PENUTUP
Dari paparan di atas maka dapat penulis ambil beberapa kesimpulan yaitu, sebagai berikut:
Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan keterlibatan siswa setiap tahapan pembelajaran dengan cara menghubungkannya dengan situasi kehidupan yang dialami siswa sehari-hari sehingga pemahaman materi diterapkan dalam kehidupan nyata. Karakteristik CTL adalah pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk diyakini dan diterapkan, memperaktikkan pengalaman dalam kehidupan nyata, dan melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual meliputi tiga prinsip utama, yaitu: saling ketergantungan (interdependenci), diferensiasi (differentiation), dan pengorganisasian diri (self organization). Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensipnal, terutama dalam hal peranan siswa, peranan guru, proses pembelajaran, dan tujuan belajar. Seluruh komponen pembelajaran kontekstual menekankan aktivitas siswa secara penuh baik fisik maupun mental. Menempatkan peran siswa selain sebagai subjek pembelajaran juga latar belakang kehidupan, kemampuan, pengalaman belajar, pengelompokan belajar, dan tujuan belajar factor siswa selalu dipertimbangkan.
Komponen-komponen pembelajaran sebagai asas CTL dalam menerapkan pola pembelajaran meliputi asas kontuktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan penilaian nyata. Keseluruhan komponen ini dipertimbangkan dalam langkah-langkah pembelajaran kontekstual yang meliputi pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup, baik pelaksanaan di lapangan maupun di dalam kelas.


DAFTAR PUSTAKA

v  Saefudin Udin,  Inovasi Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2008, cet ke-1.
v  Yusuf Choirul Fuad,  Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. PT. Pena Citasatria, Jakarta, 2007, cet I,
v  https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:zM4Hj81jJ2wJ:buning_pap.staff.uns.ac.id/files/2010/05/kontekstual.doc+TUJUAN+DAN+FUNGSI+strategi+pembelajaran+CTL








[1] http://www.bloggermajalengka.com/2011/09/pengertian-konsep-dasar-serta-asas-asas-CTL.
[2] Udin Saefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), cet ke-1. hal. 162. yang dikutip dari pendapat:  Wina, Sanjaya. (2005). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Edisi pertama, cet ke-1. Jakarta : Persada Media
[3] http://almasdi.unri.ac.id/index.php?option=com content&view=article&id=68:berita-6&catid=25:the-project
[4] Udin Saefudin Sa’ud, Ibid,. yang dikutip dari pendapat: Sukmadinata, Nana Syaodih, (2004), Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi.  Bandung; Yayasan Kesuma Karya
[5] Almasdi, Op. Cit.
[6] Udin Saefudin Sa’ud, Op. Cit. hal. 164.
[7] Ibid.
[8] Almasdi, Op. Cit.
[9] Udin Saefudin Sa’ud, Op.Cit.
[10] Udin Saefudin Sa’ud, Op.Cit. hal. 165-167
[11] Ibid.,
[12] http://kafeilmu.com/2011/02/prinsip-pembelajaran-kontekstual-ctl.html
[13] Ibid.,
[14] Ibid.
[15] Udin Saefudin Sa’ud. OP. Cit.
[16] Udin Saefudin Sa’ud, Ibid.  hal. 168.
[17] Almasdi, Op. Cit.
[18] ibid
[19] Udin Saefudin Sa’ud, Ibid. hal. 169-170.
[20] Almasdi, Op. Cit.
[21] Ibid.,
[22] Udin Saefudin Sa’ud, Op. Cit.,
[23] Udin Saefudin Sa’ud, Ibid. hal. 170.
[24] Almasdi, Op. Cit.
[25] Udin Saefudin Sa’ud. Op. Cit.,
[26] Almasdi, Op. Cit
[27] Ibid.,
[28] Udin Saefudin Sa’ud, Op. Cit. hal. 171.
[29] Almasdi, Op. Cit
[30] Choirul Fuad Yusuf. Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: PT. Pena Citasatria, 2007), cet I, hal. 39

[31] Udin Saefudin Sa’ud, Op. Cit
[32] Almasdi, Op. Cit
[33] Udin Saefudin Sa’ud, Ibid. hal. 172
[34] Almasdi, Op. Cit
[35] Choirul Fuad Yusuf. Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: PT. Pena Citasatria, 2007), cet I, hal. 39
[36]http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:zW4Hj81wJ:buning_pap.staff.uns.ac.id/file/2010/05/kontekstual.doc+tujuan+dan+fungsi+strategi+pembelajaran_CTL.
[37] Ibid,.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar